Read more: http://ariefbudiyantoo.blogspot.com/2013/02/cara-membuat-tulisan-berjalan-mengikuti.html#ixzz3SBgISGvm

Rabu, 18 Februari 2015

Cerpen Jejak Sang Penari Seblang Banyuwangi

Jejak Sang Penari Seblang

Di suatu desa kecil di sebelah utara Banyuwangi, Desa Olehsari Kecamatan Glagah.
Hidup keluarga yang sederhana. Orang tua yang sangat bangga terhadap kemampuan kedua putrinya, Intan dan Sari namanya. Mereka berdua sangat berbakat menari, mendapat turunan dari neneknya yang dulu adalah seorang penari seblang. Bahkan pada suatu hari sang kakak Intan yang berumur 10 tahun diminta oleh seorang dukun atau pemimpin upacara adat seblang sebagai penari Seblang Olehsari.  Seblang merupakan upacara bersih desa untuk menolak balak yang diwujudkan dengan mementaskan kesenian sakral yang berbau mistis diadakan satu minggu setelah Idul Fitri.
          Dibawah terik matahari, terdengar suara angklung paglak terdengar sayup – sayup. Asap dupa yang semerbak, mereka para sesepuh desa memohon izin pada roh nenek moyang di makam Mbah Ketut. Para perias dan sesepuh Seblang merias sang penari dan menyiapkan segala peralatan dan sesajen. Saat yang sangat tidak tepat tiba-tiba Intan menangis entah mengapa.
Tanya sang sesepuh kepadanya “ Nduk, ono paran riko nangis? ”.
 Jawab Intan “ Ehm, sing paran-paran mbah. Taping ning ati nisun ono kang ngganjel “
Jawab sesepuh “ Oh gediku, yo saiki tenangno disek pikiranmu yo nduk! Sing ono paran-paran kabeh wis siap, yo mugo-mugo lancar jaya. Ojok nangis lah, dadi elek engko “ gurau sesepuh.
Jawab Intan “ Ehm, iyo mbah. Suwun, hehehe.. “
Tiba-tiba datang sang pawang menghampiri Intan.
Ujarnya “ Kenlendhay, wis siap tah durung? Iki acarane arepe dimulai “
Jawab Intan “ Iyok mbah, isun wis siap “. Intan menjawab dengan suara yang lirih karena masih merasa ragu.
Setelah seluruh peralatan siap, para sesepuh, para sinden,sang pawang, sang penekep dan Intan si penari seblang pun berjalan menuju tempat atau semacam panggung dimana akan diadakan upacara adat Seblang. Setelah itu, pawang memasang omprok pada kepala sang penari. Lalu kedua mata sang penari ditutup dengan tangan sang penekep atau penutup mata. Sementara tangan sang penari memegang tampah.
Lantas sang pawang mengangkat prapen dan meniupkan asap kemenyan sambil membaca mantra ke arah wajah penari. Lalu tampah yang dipegangnya terjatuh, pertanda penari sudah kerasukan roh halus. Dan saat itulah Intan tidak sadarkan diri.
“Tamunya datang, minggir-minggir,” ujar Saleh, sang pawang Seblang.
Setelah penari kerasukan, gending-gending segera dilantunkan delapan pesinden yang berumur rata-rata 40 tahun keatas. Dengan dipandu seorang pawang, sang penari mulai melenggak-lenggok mengitari lingkaran arena dengan berputar pada satu poros tiang Payung Agung hingga 28 gending selesai dinyanyikan dan sesekali penari diistirahatkan.
Selain mengitari arena panggung yang berbentuk lingkaran, tradisi ketiban sampur juga dilakukan. Penonton yang mendapat lemparan selendang penari, wajib ikut menari bersama Seblang karena dipercaya siapa yang mendapatkan selendang penari bisa mendapat keberuntungan.
Saat melihat putrinya menari-nari dengan luesnya sang Ibu merasa sangat bangga bahwa putrinya bisa mengikuti jejak neneknya yang dulunya adalah seorang penari Seblang yang sukses.
Matahari telah menenggelamkan dirinya, saat senja tiba terjadi adegan yang cukup mengharukan hati. Intan sang Penari Seblang tampak memperlihatkan kegirangannya ketika gending "Chondro Dewi" dinyanyikan. Dengan suka citanya, penari Seblang mencapai puncak orgasme tariannya. Karenanya, ia menjadi kelelahan dan kemudian terkulai pingsan. Menurut beberapa sumber, membangkitkan kembali dari pingsannya adalah pekerjaan sulit bagi “Pengutuk” (pawang) yang merupakan mediator dengan makhluk halus tersebut. Harus dilakukan extra hati-hati, karena merupakan pekerjaan yang sulit dan berbahaya. Kabarnya jika tidak berhasil maka sang penari bisa kehilangan nyawanya.
 Tepuk tangan yang meriah dari para penonton tiba-tiba menjadi suasana hening dan diiringi dengan lantunan gending Erang-erang yang dimainkan lirih “ Sampun Mbah Ktut sare sampun osan, yang kundangan yang muleh-muleh”. Setelah diulang-ulang sebanyak 10 kali, sang penari Seblang tidak terbangun-bangun dari pingsannya.
 Senyuman sang Ibu yang sumringah tiba-tiba berubah menjadi raut muka dengan beribu-ribu tanda kecemasan. Kejadian itu mengingatkannya atas peristiwa beberapa puluh tahun yang lalu ketika ibunya tergolek lemas dan pucat saat menari Seblang Bakungan dikampungnya.
Sungguh kejadian yang sangat tidak disangka, memang kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi, semua memang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan pada saat itulah Intan menghembuskan nafas terakhirnya.
          Tiga tahun telah berlalu setelah meninggalnya Intan, sang ibu masih saja selalu menangis setiap malam teringat anaknya Intan. Sementara si Sari adiknya sekarang telah tumbuh menjadi remaja yang cantik, berumur 12 tahun.
          Setiap bulan puasa menjelang hari raya Lebaran, bergiliran salah satu ibu rumah tangga yang biasanya berusia 30 tahun keatas kesurupan.
Tahun ini adalah Mbok Sutrinah, yang diluar kesadarannya menyebut-nyebut nama Sari berulang-ulang. Itu berarti Sari adalah anak perawan yang tiba bergiliran menjadi penari Seblang tahun ini.
Tetapi diluar dugaan, Sari yang ditunjuk oleh Roh Halus sebagai penari Seblang tahun ini dan bahkan Sari yang dulunya mencita-citakan bisa menjadi penari seblang seperti jejak nenek dan kakaknya justru tidak bersedia. Sari mendapat larangan dari ibunya karena tidak ingin kehilangan putri yang dicintainya lagi seperti dia kehilangan Intan tiga tahun yang lalu. Dan Sari mengikuti perkataan ibunya karena merasa kasihan dan juga karena dia sayang sekali kepada ibunya.
Sebenarnya sang ibu tahu apa yang akan terjadi jika putrinya tidak bersedia menjadi penari seblang tahun ini, tapi apa boleh buat dia tidak ingin kejadian tiga tahun yang lalu terulang kembali.
          Suatu hari ketika Sari akan berangkat ke sawah untuk mengirim makanan kepada ayahnya tiba-tiba ditengah-tengah perjalanan, kakinya tersandung dan terjatuh, kepalanya membentur batu yang lumayan besar. Karena kepalanya terbentur batu dia menjadi tak sadarkan diri dan semua makanan yang dibawanya jatuh berantakan. Tidak ada seorang pun yang mengetahui dirinya terjatuh dan pingsan ditempat itu.
 Saat tak sadarkan diri dia bermimpi, dia berada di sebuah gua yang sangat besar dan gelap dia melihat sosok yang sangat besar, tinggi dan gagah. Dia merasa ketakukan. Ternyata dalam mimpinya sosok itu mengancam keselamatan Sari karena telah berani membatalkan acara sakral Seblang.
Hari sudah mulai petang, Sari yang tidak sadarkan diri di tempat itu pun belum terbangun-bangun juga. Saat perjalanan pulang kerumahnya ayah Sari melihat putrinya sedang tergeletak ditengah jalan, lalu dia bergegas menghampiri putrinya dan menggendong putrinya itu untuk segera menuju kerumah.
Setelah tiba dirumahnya dia segera membaringkan Sari di tempat tidur dan memanggil-manggil istrinya untuk  segera menyiapkan air hangat untuk mengompres Sari yang kelihatanya pucat dan kedinginan. Namun Sari tidak sadar-sadarkan diri.
Selama tiga hari, sang ibu dan  ayah Sari merawat Sari dengan penuh kasih sayang bahkan beberapa tetanggapun menjenguk Sari untuk melihat bagaimana keadaanya.

Setelah beberapa hari tidak sadarkan diri akhirnya dia terbangun dari pingsannya, tetapi ada yang berbeda dari Sari semua orang kebingungan terutama kedua orang tuanya. Sari tampak seperti orang linglung, stress dan depresi yang aneh. Tetua mengatakan itulah akibatnya jika membatalkan acara sakral Seblang tersebut dan apalagi dia memiliki garis keturunan dengan penari-penari Seblang sebelumnya yang wajibnya harus meneruskan jejaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar