Jejak Sang
Penari Seblang
Di suatu desa kecil di sebelah utara Banyuwangi,
Desa Olehsari Kecamatan Glagah.
Hidup
keluarga yang sederhana. Orang tua yang sangat bangga terhadap kemampuan kedua
putrinya, Intan dan Sari namanya. Mereka berdua sangat berbakat menari,
mendapat turunan dari neneknya yang dulu adalah seorang penari seblang. Bahkan
pada suatu hari sang kakak Intan yang berumur 10 tahun diminta oleh seorang
dukun atau pemimpin upacara adat seblang sebagai penari Seblang Olehsari. Seblang merupakan upacara bersih desa
untuk menolak balak yang diwujudkan dengan mementaskan kesenian sakral yang berbau mistis diadakan satu minggu
setelah Idul Fitri.
Dibawah terik matahari, terdengar
suara angklung paglak terdengar
sayup – sayup. Asap dupa yang semerbak, mereka para sesepuh desa memohon izin
pada roh nenek moyang di makam Mbah Ketut. Para perias dan sesepuh Seblang merias
sang penari dan menyiapkan segala peralatan dan sesajen. Saat yang sangat tidak
tepat tiba-tiba Intan menangis entah mengapa.
Tanya sang sesepuh kepadanya
“ Nduk, ono paran riko nangis? ”.
Jawab Intan “ Ehm, sing paran-paran mbah.
Taping ning ati nisun ono kang ngganjel “
Jawab sesepuh “ Oh gediku, yo saiki tenangno disek pikiranmu yo nduk! Sing ono paran-paran kabeh wis siap, yo mugo-mugo lancar jaya. Ojok nangis lah, dadi elek engko “ gurau sesepuh.
Jawab sesepuh “ Oh gediku, yo saiki tenangno disek pikiranmu yo nduk! Sing ono paran-paran kabeh wis siap, yo mugo-mugo lancar jaya. Ojok nangis lah, dadi elek engko “ gurau sesepuh.
Jawab Intan “ Ehm, iyo mbah.
Suwun, hehehe.. “
Tiba-tiba datang sang pawang menghampiri Intan.
Tiba-tiba datang sang pawang menghampiri Intan.
Ujarnya “ Kenlendhay, wis
siap tah durung? Iki acarane arepe dimulai “
Jawab Intan “ Iyok mbah, isun wis siap “. Intan menjawab dengan suara yang lirih karena masih merasa ragu.
Jawab Intan “ Iyok mbah, isun wis siap “. Intan menjawab dengan suara yang lirih karena masih merasa ragu.
Setelah
seluruh peralatan siap, para sesepuh, para sinden,sang pawang, sang penekep dan
Intan si penari seblang pun berjalan menuju tempat atau semacam panggung dimana
akan diadakan upacara adat Seblang. Setelah itu, pawang memasang omprok pada
kepala sang penari. Lalu kedua mata sang penari ditutup dengan tangan sang
penekep atau penutup mata. Sementara tangan sang penari memegang tampah.
Lantas sang pawang mengangkat prapen dan meniupkan asap kemenyan sambil membaca mantra ke arah wajah penari. Lalu tampah yang dipegangnya terjatuh, pertanda penari sudah kerasukan roh halus. Dan saat itulah Intan tidak sadarkan diri.
Lantas sang pawang mengangkat prapen dan meniupkan asap kemenyan sambil membaca mantra ke arah wajah penari. Lalu tampah yang dipegangnya terjatuh, pertanda penari sudah kerasukan roh halus. Dan saat itulah Intan tidak sadarkan diri.
“Tamunya datang,
minggir-minggir,” ujar Saleh, sang pawang Seblang.
Setelah penari kerasukan,
gending-gending segera dilantunkan delapan pesinden yang berumur rata-rata 40
tahun keatas. Dengan dipandu seorang pawang, sang penari mulai
melenggak-lenggok mengitari lingkaran arena dengan berputar pada satu poros
tiang Payung Agung hingga 28 gending selesai dinyanyikan dan sesekali penari
diistirahatkan.
Selain mengitari arena panggung yang berbentuk lingkaran,
tradisi ketiban sampur juga dilakukan. Penonton yang mendapat lemparan
selendang penari, wajib ikut menari bersama Seblang karena dipercaya siapa yang
mendapatkan selendang penari bisa mendapat keberuntungan.
Saat melihat putrinya
menari-nari dengan luesnya sang Ibu merasa sangat bangga bahwa putrinya bisa
mengikuti jejak neneknya yang dulunya adalah seorang penari Seblang yang sukses.
Matahari telah menenggelamkan
dirinya, saat senja tiba terjadi adegan yang cukup
mengharukan hati. Intan sang Penari Seblang tampak memperlihatkan kegirangannya
ketika gending "Chondro Dewi" dinyanyikan. Dengan suka citanya, penari
Seblang mencapai puncak orgasme tariannya. Karenanya, ia menjadi kelelahan dan
kemudian terkulai pingsan. Menurut
beberapa sumber, membangkitkan kembali dari pingsannya adalah pekerjaan sulit
bagi “Pengutuk” (pawang) yang merupakan mediator dengan makhluk halus tersebut.
Harus dilakukan extra hati-hati, karena merupakan pekerjaan yang sulit dan
berbahaya. Kabarnya jika tidak berhasil maka sang penari bisa kehilangan
nyawanya.
Tepuk
tangan yang meriah dari para penonton tiba-tiba menjadi suasana hening dan
diiringi dengan lantunan gending Erang-erang yang dimainkan lirih “ Sampun Mbah
Ktut sare sampun osan, yang kundangan yang muleh-muleh”. Setelah diulang-ulang
sebanyak 10 kali, sang penari Seblang tidak terbangun-bangun dari pingsannya.
Senyuman sang Ibu yang sumringah tiba-tiba
berubah menjadi raut muka dengan beribu-ribu tanda kecemasan. Kejadian itu
mengingatkannya atas peristiwa beberapa puluh tahun yang lalu ketika ibunya
tergolek lemas dan pucat saat menari Seblang Bakungan dikampungnya.
Sungguh kejadian yang sangat
tidak disangka, memang kita tidak akan pernah tau apa yang akan terjadi, semua
memang telah digariskan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan pada saat itulah Intan
menghembuskan nafas terakhirnya.
Tiga tahun telah berlalu setelah meninggalnya Intan, sang
ibu masih saja selalu menangis setiap malam teringat anaknya Intan. Sementara
si Sari adiknya sekarang telah tumbuh menjadi remaja yang cantik, berumur 12
tahun.
Setiap bulan puasa menjelang hari raya Lebaran, bergiliran
salah satu ibu rumah tangga yang biasanya berusia 30 tahun keatas kesurupan.
Tahun ini adalah Mbok
Sutrinah, yang diluar kesadarannya menyebut-nyebut nama Sari berulang-ulang.
Itu berarti Sari adalah anak perawan yang tiba bergiliran menjadi penari
Seblang tahun ini.
Tetapi diluar dugaan, Sari
yang ditunjuk oleh Roh Halus sebagai penari Seblang tahun ini dan bahkan Sari
yang dulunya mencita-citakan bisa menjadi penari seblang seperti jejak nenek
dan kakaknya justru tidak bersedia. Sari mendapat larangan dari ibunya karena
tidak ingin kehilangan putri yang dicintainya lagi seperti dia kehilangan Intan
tiga tahun yang lalu. Dan Sari mengikuti perkataan ibunya karena merasa kasihan
dan juga karena dia sayang sekali kepada ibunya.
Sebenarnya sang ibu tahu apa
yang akan terjadi jika putrinya tidak bersedia menjadi penari seblang tahun
ini, tapi apa boleh buat dia tidak ingin kejadian tiga tahun yang lalu terulang
kembali.
Suatu hari ketika Sari akan berangkat ke sawah untuk
mengirim makanan kepada ayahnya tiba-tiba ditengah-tengah perjalanan, kakinya
tersandung dan terjatuh, kepalanya membentur batu yang lumayan besar. Karena
kepalanya terbentur batu dia menjadi tak sadarkan diri dan semua makanan yang
dibawanya jatuh berantakan. Tidak ada seorang pun yang mengetahui dirinya
terjatuh dan pingsan ditempat itu.
Saat tak sadarkan diri dia bermimpi, dia
berada di sebuah gua yang sangat besar dan gelap dia melihat sosok yang sangat
besar, tinggi dan gagah. Dia merasa ketakukan. Ternyata dalam mimpinya sosok
itu mengancam keselamatan Sari karena telah berani membatalkan acara sakral
Seblang.
Hari
sudah mulai petang, Sari yang tidak sadarkan diri di tempat itu pun belum
terbangun-bangun juga. Saat perjalanan pulang kerumahnya ayah Sari melihat
putrinya sedang tergeletak ditengah jalan, lalu dia bergegas menghampiri
putrinya dan menggendong putrinya itu untuk segera menuju kerumah.
Setelah tiba dirumahnya dia segera membaringkan Sari di tempat tidur dan memanggil-manggil istrinya untuk segera menyiapkan air hangat untuk mengompres Sari yang kelihatanya pucat dan kedinginan. Namun Sari tidak sadar-sadarkan diri.
Setelah tiba dirumahnya dia segera membaringkan Sari di tempat tidur dan memanggil-manggil istrinya untuk segera menyiapkan air hangat untuk mengompres Sari yang kelihatanya pucat dan kedinginan. Namun Sari tidak sadar-sadarkan diri.
Selama
tiga hari, sang ibu dan ayah Sari merawat
Sari dengan penuh kasih sayang bahkan beberapa tetanggapun menjenguk Sari untuk
melihat bagaimana keadaanya.
Setelah beberapa hari tidak
sadarkan diri akhirnya dia terbangun dari pingsannya, tetapi ada yang berbeda
dari Sari semua orang kebingungan terutama kedua orang tuanya. Sari tampak
seperti orang linglung, stress dan depresi yang aneh. Tetua mengatakan itulah
akibatnya jika membatalkan acara sakral Seblang tersebut dan apalagi dia
memiliki garis keturunan dengan penari-penari Seblang sebelumnya yang wajibnya
harus meneruskan jejaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar